Busermetropolita.Com, SUKABUMI ¦ Rencana pembangunan pabrik MAYORA GROUP lewat PT. Tirta Fresindo Jaya (TFJ) di lahan seluas ± 20 hektar di wilayah Kecamatan Parungkuda, menurut pihak Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (DPTR) Kabupaten Sukabumi, sudah sesuai karena pabrik TFJ berada di dalam Kawasan Peruntukan Industri (KPI) sebagaimana Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi Tahun 2023-2043.
“Luas KPI untuk TFJ di Parungkuda kurang lebih 19,8 hektar. Di Perda 10/2023 tidak ada kawasan industri (KI), nomenklaturnya berbeda, KI adalah kegiatan usaha dan levelnya bukan tata ruang, kalau tata ruang namanya KPI dan KI ini wajib dalam KPI,” ungkap Ahmad Arief, Pengawas Penata Ruang DPTR Kabupaten Sukabumi, saat memimpin tim nya menerima pihak Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Setwil Jawa Barat, di ruang rapat DPTR, Selasa (18/3/2025).
Pernyataan DPTR ini seperti mengklarifikasi pembangunan pabrik PT. TFJ (Mayora Group) di Kecamatan Parungkuda, yang tidak berada di dalam kawasan industri (KI) yang sebelumnya sudah ditetapkan.
“Untuk KI minimal 50 hektar dan izinnya bernama IUKI, misalnya Bogorindo yang dua tahun belakangan sudah jadi KI. Kalau KPI itu levelnya rencana peruntukan tata ruang. Di Perda 22/2012 tentang RTRW terdahulu, KI nya tidak sesuai PP 142/2015 tentang Kawasan Industri, maka sekarang kita rubah dan sesuaikan di RTRW 10/2023 yang pembahasannya dimulai sejak 2018,” jelas Arief.
Sedangkan, soal sawah produktif di atas lahan pabrik TFJ di Parungkuda, menurut DPTR sudah dikeluarkan dari zona lahan sawah dilindungi (LSD) dan disetujui oleh pemerintah pusat.
“Terkait dengan sawah itu kan LSD, dan ini sudah ditempuh mekanisme LSD nya yang disetujui oleh Kementerian ATR/BPN, termasuk lahan TFJ yang dikeluarkan dari zona LSD seluas kurang lebih 16 hektar. Karena memang sawah yang LSD itu kewenangan pusat, yang bisa mutuskan pusat,” katanya.
Dijelaskan Arief, saat pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN menerbitkan SK Nomor 185 tahun 2021, terdapat LSD di Kabupaten Sukabumi seluas 55.000 hektar, saat itu Pemkab Sukabumi protes karena ada sekitar 10.000 hektar sawah di RTRW yang rencananya akan dirubah.
“Karena sawah itu boleh berubah fungsi, bukan harga mati, tergantung tata ruangnya. Maka saat itu terkumpul ada sekitar 10.000 hektar lahan sawah yang akan dikeluarkan dari LSD, yang disetujui hanya sekitar 1000 hektar termasuk lahan TFJ itu,” sebutnya.
FPII Jabar Siap Gugat Pembangunan Pabrik TFJ
Sebelumnya, pihak Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Setwil Jabar, mengirimkan surat permohonan keberatan atas pembangunan pabrik PT. Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group) di Kecamatan Parungkuda, yang ditujukan kepada Bupati Sukabumi, Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (DPTR) serta sejumlah pihak terkait.
“Ya, rencananya kita akan gugat kebijakan atau peraturan terkait penempatan lahan pabrik PT. Tirta Fresindo Jaya (TFJ) di Parungkuda, melalui PTUN. Langkah awal kita ajukan permohonan keberatan atau pembatalan kepada pihak-pihak terkait,” ujar Ir. Jaya Taruna, Ketua FPII Setwil Jawa Barat, Senin (24/3/2025).
Menurut Jaya, terdapat indikasi adanya upaya terstruktur dan sistematis melalui peraturan dan kebijakan dari berbagai pihak untuk menempatkan TFJ di wilayah Parungkuda.
“Ini sudah berlangsung lama, diduga dimulai dari upaya mengubah status LSD menjadi sawah non produktif, kemudian pembebasan lahan, hingga diterbitkannya Perda 10/2023 tentang RTRW Kabupaten Sukabumi yang mengakomodir istilah KPI untuk lahan TFJ,” ujarnya.
Dijelaskannya, istilah kawasan peruntukan industri (KPI) dalam Perda 10/2023, yang dialokasikan di 22 kecamatan seluas kurang lebih 2.085 hektar di Kabupaten Sukabumi, juga menjadi rancu dan multi interpretasi karena sebelumnya dalam RTRW sudah ditetapkan lahan untuk kawasan industri (KI) di Kecamatan Cikembar dan Ciambar, terlebih tidak secara spesifik disebutkan zona lokasi untuk KPI dalam satu kecamatan.
“Jadi terkesan dipaksakan, apalagi khusus untuk TFJ, mereka bergerilya memperjuangkan lahan tersebut bahkan diduga jauh sebelum Perda 10/2023 tentang RTRW diterbitkan. Timbul pertanyaan, mengapa pihak TFJ begitu berambisi berekspansi di wilayah Pondokkaso Landeuh, Parungkuda, meski terdapat pertanian produktif dan lahan irigasi (Sungai Cicatih) yang bertentangan dengan salah satu kriteria KPI untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Jawabannya, mungkin karena TFJ mengincar salah satu sumber air terbaik di Kabupaten Sukabumi yang berada disana. Lantas, mengapa Pemkab Sukabumi menggelar “karpet merah” untuk perusahaan ini. Nah, kan jadi persoalan lain nantinya,” katanya.
Selain bertentangan dengan Perda RTRW, lanjut Jaya, pabrik TFJ di Parungkuda ini juga diduga menyalahi PP 28 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian serta PP 20 tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri.
“Nanti secara berkala kita akan sampaikan ke publik perkembangannya. Harapan kami, surat FPII Setwil Jabar segera dijawab pihak-pihak terkait,” tutup Ir. Jaya Taruna.