Sukabumi (BM) – Status kepemilikan tanah seluas 299,43 hektare (2.994.300 m²) yang terletak di Desa Tenjojaya (dahulu Pamuruyan), Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, kembali menjadi sorotan publik. Tanah tersebut sebelumnya diketahui merupakan milik negara, namun sejak 30 Januari 2014, terdaftar dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT. Bogorindo Cemerlang. Permasalahan mencuat karena penerbitan SHGB tersebut diduga kuat merupakan hasil rekayasa administratif
oleh oknum yang telah dipidana, sesuai dengan putusan N o . 2/TIPIKOR/2017/PT.BDG oleh Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi Jawa Barat di Bandung. Dalam putusan itu, terungkap bahwa proses penguasaan tanah oleh PT. Bogorindo Cemerlang terjadi melalui penyalah gunaan Weewnang dan manipulasi dokumen oleh pihak-pihak yang telah di jatuhi hukuman pidana.
Tri Pramono, salah satu ahli waris yang memiliki hubungan historis dan yuridis dengan tanah tersebut, secara resmi
menyatakan keberatan dan mempertanyakan legalitas SHGB atas nama PT. Bogorindo Cemerlang. Ia menilai
bahwa penguasaan tanah negara oleh pihak swasta yang diperoleh melalui tindak pidana merupakan bentuk pengingkaran terhadap keadilan dan supremasi hukum.“Kami tidak tinggal diam. Kami menuntut agar tanah ini dikembalikan kepada status semula sebagai milik negara, atau diperjelas statusnya melalui proses hukum yang bersih. Negara tidak bolehkalah dengan mafia tanah,” tegas Tri Pramono
dalam pernyataan tertulisnya.Ia juga mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meninjau ulang status tanah tersebut, mengingat putusan pengadilan telah secara jelas menyatakan adanya tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum dalam proses pengalihannya. Sementara itu, berbagai elemen masyarakat sipil di sukabumi turut menyuarakan dukungan terhadap langkah hukum yang diambil oleh ahli waris.Tanah yang disengketakan ini memiliki nilai strategis dan ekonomi yang tinggi, mengingat lokasinya berada di kawasan berkembang di Sukabumi. Oleh karena itu, penyelesaian kasus ini diharapkan menjadi preseden penting dalam upaya pemberantasan mafia tanah dan perlindungan terhadap aset negara./RED