Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sedang mengusut kasus dugaan korupsi terkait penggunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2023. Penanganan kasus ini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Dalam penanganan perkara di KPK, peningkatan status ke tahap penyidikan diiringi dengan penetapan tersangka. KPK dikabarkan sudah membidik calon tersangka dalam kasus ini. Disebut-sebut ada wakil rakyat yang ditengarai terlibat dalam kongkalikong bancakan duit sosial BI ini.
Terkait hal ini, Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Badiul Hadi, menilai bisa menjadi preseden buruk tata kelola bank sentral.
Semestinya, penyaluran dana CSR dilakukan secara transparan dan akuntable. Dugaan tidak terbukanya penyaluran dana CSR BI ini merujuk pada terbatasnya informasi utuh soal anggaran dan pihak yang berstatus penerima bantuan.
“BI harus menyatakan CSR ini disalurkan ke mana dan berapa anggarannya serta bentuknya apa. Data penerima manfaat harus dibuka agar tidak menimbulkan sangkaan adanya manipulasi atau fiktif,” kata Badiul kepada Busermetropolitan.com
Menurutnya, keterbukaan informasi ini penting bagi publik untuk mengetahui anggaran CSR BI dari tahun ke tahun. Sebab dana CSR bank sentral tidak sedikit, jika mengingat deviden institusi.
Di laporan BI, manajemen hanya mencantumkan arah kebijakan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), seperti menyasar ke pelaku UMKM, pengembangan kapasitas SDM dan pembuatan BI corner di fasilitas pendidikan.
Bank Sentral tidak menyebutkan berapa dana CSR yang dikeluarkan dan tidak merinci nama-nama penerima dana CSR. “Jadi aksesibilitasnya kurang. Harusnya kan ada jumlah dan siapa identitas yang menerima. Kalau ini tidak diekspos, artinya transparansinya lemah dan ini bisa jadi celah penyelewengan,” cetus Badiul.
Celah penyimpangan dana CSR BI, Badiul menduga bisa terjadi di dua lingkup. Pertama saat proses perencanaan. Diduga ada kongkalikong dalam penentuan dana dan target sasaran penerima dana. “Proses perencanaan ini pasti BI butuh aman sehingga melibatkan pemangku kepentingan, termasuk di komisi XI. Pastinya DPR dalam posisi ini akan minta jatah,” bebernya.
“Dalam proses perencanaan ini pasti sudah diinformasikan ke mitra BI berapa dana CSR nya. Biasanya akan ada proposal dari Komisi XI. Bisa saja proposal itu didahului oleh pernyataan lisan. Misal untuk bantuan di dapil ini dan itu dan melalui yayasan ini dan itu,” timpalnya.
Ruang patgulipat semakin terbuka lebar di lingkup pelaksanaan. Tambah dia, di tahapan eksekusi dana ini lah, praktik korupsi dana rawan terjadi.
“Ketika pencairan, misalnya, apakah penuh diterima oleh penerima manfaat atau warga yang melalui yayasan sebagai alat (korupsi) itu,” pungkasnya.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata sempat menyatakan bahwa modus yang digunakan lebih kurang CSR disalurkan kepada yayasan-yayasan yang didirikan atau dikendalikan oleh calon tersangka.
Kemudian, calon tersangka menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi. “Jadi yayasan hanya vehicle/alat untuk menerima dana CSR,” katanya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh BUSERMETROPOLITAN.com, Yayasan itu diduga Giri Raharja yang berdiri sebelum tahun 2000-an. Maman Suparman berstatus sebagai ketua yayasan hingga 2021. Maman juga tercatat sebagai Dewan Penasihat DPC Partai Gerindra Kabupaten Sukabumi.
Operasional yayasan tersebut kemudian diteruskan anak Maman, Heri Gunawan yang disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi CSR BI itu.
Sementara relasi BI dan Yayasan Giri Raharja cukup erat. Diduga relasi mulai terbangun sejak Heri Gunawan mengisi kursi anggota komisi XI DPR.
Bahwa Heri berulang kali terlibat dalam acara seremonial bantuan BI di Sukabumi. Seperti saat BI mengeluarkan CSR di Desa Wisata Hanjeli pada Januari 2023.
Waktu itu BI membantu pengembangan UMKM dan pembangunan pendopo di desa. Heri juga terlibat sebagai narasumber dalam sejumlah seminar BI terkait literasi keuangan.
Pun sebaliknya, Heri kerap menggandeng BI untuk sejumlah acara saat masa reses. Dalam setiap acara, logo BI dan Rumah Aspirasi Heri Gunawan terpampang di poster kegiatan.
Adapun sejak akhir tahun 2023, Heri berpindah tugas ke Komisi II DPR. Setelah itu muncullah pemberitaan soal KPK mengusut dana CSR BI itu.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024) menatakan “Yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya”.
Hasil penyidikan KPK menemukan indikasi penyelewengan dana CSR dari BI dan OJK, yakni dari total program dan anggaran hanya separuh yang disalurkan sesuai tujuan.
“Artinya ada beberapa, misalkan CSR ada 100, yang digunakan hanya 50, yang 50-nya tidak digunakan. Yang jadi masalah tuh yang 50-nya yang tidak digunakan tersebut, digunakan misalnya untuk kepentingan pribadi,” beber Asep.
Asep menyampaikan, modus rasuah dilakukan pelaku dalam kasus ini adalah dengan menyelewengkan dana CSR seharusnya buat membangun fasilitas sosial atau publik, malah masuk ke kantong pribadi.
“Kalau itu digunakan misalnya untuk bikin rumah ya bikin rumah, bangun jalan ya bangun jalan, itu enggak jadi masalah. Tapi menjadi masalah ketika tidak sesuai peruntukan,” tukas Asep. Sumber Monitorindonesia.com,